A. Teori Differential Association
Menurut teori ini, untuk menjadi penjahat sebelumnya seseorang haruslah
mempelajari bagaimana caranya untuk menjadi seorang penjahat. Lebih
lanjut ia akan beranggapan bahwa pembelajaran ini terjadi sebagai akibat
dari interaksi social seseorang dengan orang lain.
B. Teori Labelling
Menurut teori ini, seseorang menjadi penyimpang karena proses labeling
atau pemberian cap, julukan, etiket , merek dan stigma yang sudah
diberikan masyarakat kepadaya. Akibat dari stigma yang sudah diberikan
masyarakat kepadanya, maka seseorang tersebut merasa jelek dan tidak
bisa diterima oleh masyarakat.
C. Teori Penyimpangan Sosial Jenjang Makro (Robert K Merton)
Menurut teori ini, struktur social tidak hanya menghasilkan perilaku
konformis atau tidak menyimpang tetapi menghasilkan juga perilaku
menyimpang. Struktur social menciptakan keadaan yang menghasilkan pula
perilaku nonkonformitas atau menyimpang.
Merton mengidentifikasi empat tipe adaptasi individu terhadap situasi
tertentu yaitu konformitas, inovasi, ritualisme dan pemberontakan.
D.Teori Fungsi Durkheim
Durkheim menghubungkan jenis solidaritas pada suatu masyarakat tertentu dengan dominasi dari suatu sistem hukum. Ia menemukan bahwa masyarakat yang memiliki solidaritas mekanis hokum seringkali bersifat
represif:
pelaku suatu kejahatan atau perilaku menyimpang akan terkena hukuman,
dan hal itu akan membalas kesadaran kolektif yang dilanggar oleh
kejahatan itu; hukuman itu bertindak lebih untuk mempertahankan keutuhan
kesadaran. Sebaliknya, dalam masyarakat yang memiliki solidaritas
organic, hukum bersifat
restitutif: ia bertujuan bukan untuk menghukum melainkan untuk memulihkan aktivitas normal dari suatu masyarakat yang kompleks.
Jadi, perubahan masyarakat yang cepat karena semakin meningkatnya
pembagian kerja menghasilkan suatu kebingungan tentang norma dan semakin
meningkatnya sifat yang tidak pribadi dalam kehidupan sosial, yang
akhirnya mengakibatkan runtuhnya norma-norma sosial yang mengatur perilaku. Durkheim menamai keadaan ini
anomie. Dari keadaan anomie muncullah segala bentuk perilaku menyimpang, dan yang paling menonjol adalah bunuh diri
E. Teori Agama
Perilaku menyimpang disebabkan karena lemahnya kadar iman dan taqwa, belum dihayatinya ajaran agama, kemiskinan yang menghimpit, besarnya godaan dari luar dan godaan hawa nafsu.
F. Teori Biologis
Orang bertubuh berwajah sagar dan bertubuh kekar , tinggi besar sering
dipandang sebagai seseorang yang sering melakukan penyimpangan.
G. Teori Konfil Karl Marx
Teori konflik muncul sebagai reaksi dari munculnya teori struktural fungsional.
Pemikiran yang paling berpengaruh atau menjadi dasar dari teori konflik ini adalah pemikiran Karl Marx.
Pada tahun 1950-an dan 1960-an, teori konflik mulai merebak. Teori
konflik menyediakan alternatif terhadap teori struktural fungsional.
Pada saat itu Marx mengajukan konsepsi mendasar tentang masyarakat kelas dan perjuangannya.
Marx tidak mendefinisikan kelas secara panjang lebar tetapi ia menunjukkan bahwa dalam masyarakat, pada abad ke- 19 di Eropa di mana dia hidup, terdiri dari kelas pemilik modal (borjuis) dan kelas pekerja miskin sebagai kelas proletar.
Kedua kelas ini berada dalam suatu struktur sosial hirarkis, kaum borjuis melakukan eksploitasi terhadap kaum proletar dalam proses produksi. Eksploitasi ini akan terus berjalan selama kesadaran semu eksis (
false consiousness) dalam diri proletar,
yaitu berupa rasa menyerah diri, menerima keadaan apa adanya tetap
terjaga. Ketegangan hubungan antara kaum proletar dan kaum borjuis
mendorong terbentuknya gerakan sosial besar, yaitu revolusi. Ketegangan tersebut terjadi jika kaum proletar telah sadar akan eksploitasi kaum borjuis terhadap mereka.
Ada beberapa asumsi dasar dari teori konflik ini. Teori konflik merupakan antitesis dari teori struktural fungsional, dimana teori struktural fungsional sangat mengedepankan keteraturan dalam masyarakat. Teori konflik melihat pertikaian dan konflik dalam sistem sosial.
Teori konflik melihat bahwa di dalam masyarakat tidak akan selamanya
berada pada keteraturan. Buktinya dalam masyarakat manapun pasti pernah
mengalami konflik-konflik atau ketegangan-ketegangan. Kemudian teori
konflik juga melihat adanya dominasi, koersi,
dan kekuasaan dalam masyarakat. Teori konflik juga membicarakan
mengenai otoritas yang berbeda-beda. Otoritas yang berbeda-beda ini
menghasilkan superordinasi dan subordinasi. Perbedaan antara
superordinasi dan subordinasi dapat menimbulkan konflik karena adanya
perbedaan kepentingan.
Teori konflik juga mengatakan bahwa konflik itu perlu agar terciptanya perubahan sosial.
Ketika struktural fungsional mengatakan bahwa perubahan sosial dalam
masyarakat itu selalu terjadi pada titik ekulibrium, teori konflik
melihat perubahan sosial disebabkan karena adanya konflik-konflik
kepentingan. Namun pada suatu titik tertentu, masyarakat mampu mencapai
sebuah kesepakatan bersama. Di dalam konflik, selalu ada negosiasi-negosiasi yang dilakukan sehingga terciptalah suatu konsensus.
Menurut teori konflik, masyarakat disatukan dengan “paksaan”.
Maksudnya, keteraturan yang terjadi di masyarakat sebenarnya karena
adanya paksaan (koersi). Oleh karena itu, teori konflik lekat
hubungannya dengan dominasi, koersi, dan power. Terdapat dua tokoh
sosiologi modern yang berorientasi serta menjadi dasar pemikiran pada
teori konflik, yaitu Lewis A. Coser dan Ralf Dahrendorf.
.
No comments:
Post a Comment