Pada tahap awal pembentukan kepribadian, seseorang anak akan mulai mempelajari pola-pola perilaku yang berlaku dalam masyarakt dengan cara mengadakan hubungan denga orang tua dan saudara-saudaranya. Setelah dewasa mulai membedakan dirinya dengan orang lain, mulai menyadari apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Apabila individu melakukan yang benar individu akan disukai lingkungannya begitu juga sebaliknya.
Dengan bertahap seseorang anak akan mempunyai pemahaman tentang dirinya yang didapat dari tingkah laku yang diperolehnya ketika bermain dengan teman-temannya. Sikap ini semakin lama semakin berkembang dengan bertambahnya umur anak. Dengan demikian Kepribadian setiap individu dalam suatu masyarakat akan berbeda dengan kepribadian individu dalam kelompok lainnya.
Meskipun kepribadian
seseorang itu relatif konstan, namun dalam kenyataannya sering
ditemukan bahwa perubahan kepribadian dapat dan mungkin terjadi,
terutama dipengaruhi oleh faktor lingkungan dari pada faktor fisik.
Erikson dalam Nana Syaodih Sukmadinata, 2005 mengemukakan bahwa,
tahapan perkembangan kepribadian yaitu:
1. Masa bayi (infancy) ditandai adanya kecenderungan trust – mistrust. Perilaku
bayi didasari oleh dorongan mempercayai atau tidak mempercayai
orang-orang di sekitarnya. Dia sepenuhnya mempercayai orang tuanya,
tetapi orang yang dianggap asing dia tidak akan mempercayainya. Oleh
karena itu kadang-kadang bayi menangis bila di pangku oleh orang yang
tidak dikenalnya. Ia bukan saja tidak percaya kepada orang-orang yang
asing tetapi juga kepada benda asing, tempat asing, suara asing,
perlakuan asing dan sebagainya. Kalau menghadapi situasi-situasi
tersebut seringkali bayi menangis.
2. Masa kanak-kanak awal (early childhood) ditandai adanya kecenderungan autonomy – shame, doubt.
Pada masa ini sampai-batas-batas tertentu anak sudah bisa berdiri
sendiri, dalam arti duduk, berdiri, berjalan, bermain, minum dari botol
sendiri tanpa ditolong oleh orang tuanya, tetapi di pihak lain dia ga
telah mulai memiliki rasa malu dan keraguan dalam berbuat, sehingga
seringkali minta pertolongan atau persetujuan dari orang tuanya.
3. Masa pra sekolah (Preschool Age) ditandai adanya kecenderungan initiative – guilty.
Pada masa ini anak telah memiliki beberapa kecakapan, dengan
kecakapan-kecakapan tersebut dia terdorong melakukan beberapa kegiatan,
tetapi karena kemampuan anak tersebut masih terbatas adakalanya dia
mengalami kegagalan. Kegagalan-kegagalan tersebut menyebabkan dia
memiliki perasaan bersalah, dan untuk sementara waktu dia tidak mau
berinisatif atau berbuat.
4. Masa Sekolah (School Age) ditandai adanya kecenderungan industry–inferiority. Sebagai
kelanjutan dari perkembangan tahap sebelumnya, pada masa ini anak
sangat aktif mempelajari apa saja yang ada di lingkungannya. Dorongan
untuk mengatahui dan berbuat terhadap lingkungannya sangat besar, tetapi
di pihak lain karena keterbatasan-keterbatasan kemampuan dan
pengetahuannya kadang-kadang dia menghadapi kesukaran, hambatan bahkan
kegagalan. Hambatan dan kegagalan ini dapat menyebabkan anak merasa
rendah diri.
5. Masa Remaja (adolescence) ditandai adanya kecenderungan identity – Identity Confusion.
Sebagai persiapan ke arah kedewasaan didukung pula oleh kemampuan dan
kecakapan–kecakapan yang dimilikinya dia berusaha untuk membentuk dan
memperlihatkan identitas diri, ciri-ciri yang khas dari dirinya.
Dorongan membentuk dan memperlihatkan identitas diri ini, pada para
remaja sering sekali sangat ekstrim dan berlebihan, sehingga tidak
jarang dipandang oleh lingkungannya sebagai penyimpangan atau kenakalan.
Dorongan pembentukan identitas diri yang kuat di satu pihak, sering
diimbangi oleh rasa setia kawan dan toleransi yang besar terhadap
kelompok sebayanya. Di antara kelompok sebaya mereka mengadakan
pembagian peran, dan seringkali mereka sangat patuh terhadap peran yang
diberikan kepada masing-masing anggota.
6. Masa Dewasa Awal (Young adulthood) ditandai adanya kecenderungan intimacy – isolation.
Kalau pada masa sebelumnya, individu memiliki ikatan yang kuat dengan
kelompok sebaya, namun pada masa ini ikatan kelompok sudah mulai
longgar. Mereka sudah mulai selektif, dia membina hubungan yang intim
hanya dengan orang-orang tertentu yang sepaham. Jadi pada tahap ini
timbul dorongan untuk membentuk hubungan yang intim dengan orang-orang
tertentu, dan kurang akrab atau renggang dengan yang lainnya.
7. Masa Dewasa (Adulthood) ditandai adanya kecenderungan generativity – stagnation.
Sesuai dengan namanya masa dewasa, pada tahap ini individu telah
mencapai puncak dari perkembangan segala kemampuannya. Pengetahuannya
cukup luas, kecakapannya cukup banyak, sehingga perkembangan individu
sangat pesat. Meskipun pengetahuan dan kecakapan individu sangat luas,
tetapi dia tidak mungkin dapat menguasai segala macam ilmu dan
kecakapan, sehingga tetap pengetahuan dan kecakapannya terbatas. Untuk
mengerjakan atau mencapai hal – hal tertentu ia mengalami hambatan.
8. Masa hari tua (Senescence) ditandai adanya kecenderungan ego integrity – despair.
Pada masa ini individu telah memiliki kesatuan atau intregitas pribadi,
semua yang telah dikaji dan didalaminya telah menjadi milik pribadinya.
Pribadi yang telah mapan di satu pihak digoyahkan oleh usianya yang
mendekati akhir. Mungkin ia masih memiliki beberapa keinginan atau
tujuan yang akan dicapainya tetapi karena faktor usia, hal itu sedikit
sekali kemungkinan untuk dapat dicapai. Dalam situasi ini individu
merasa putus asa. Dorongan untuk terus berprestasi masih ada, tetapi
pengikisan kemampuan karena usia seringkali mematahkan dorongan
tersebut, sehingga keputusasaan acapkali menghantuinya.
No comments:
Post a Comment