Peternakan sapi perah merupakan salah satu bidang yang mampu
membangkitkan perekonomian masyarakat. Namun dari pendekatan ekonomis,
usaha itu terlihat kurang menguntungkan karena pemilikan ternak yang
rendah. Hal tersebut disampaikan Prof Dr Ir Sudi Nurtini SU saat
dikukuhkan dalam jabatan guru besar pada Fakultas Peternakan UGM, di
Balai Senat UGM.
Menurutnya, usaha tani sapi perah menguntungkan
dan berkelanjutan apabila pemilikan minimal 5,23 unit ternak atau 6 ekor
sapi dan proporsi sapi laktasi 70%. Sementara itu, skala ekonomis dapat
dicapai dengan kepemilikan 10-12 ekor sapi per peternak.
Dalam
pidato berjudul ''Insentif Ekonomi Peternakan Sapi Perah Rakyat'', Prof
Nurtini menyebutkan bahwa peternak membutuhkan insentif agar mereka
dapat mengembangkan usaha peternakan sapi perah yang lebih efisien.
Dengan hal tersebut, diharapkan pada waktunya akan memantapkan industri
persusuan domestik.
''Peternak sapi perah rakyat masih saja
mengalami disinsentif dan jika hal ini dibiarkan terjadi, maka akan
menjadi penghambat pencapaian keberhasilan industri persusuan
nasional,'' katanya.
Upaya yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan insentif ekonomi peternak sapi perah rakyat adalah dengan
perluasan pasar. Dalam praktik pemasaran susu segar, industri pengolahan
susu (IPS) masih dianggap sebagai pasar utama yang seharusnya hanya
merupakan pasar alternatif dari peluang pasar lain yang memiliki kaitan
lebih erat dengan kepentingan peternak.
''Masyarakat Indonesia
yang lebih memilih susu bubuk dan susu kental manis daripada susu
segar/susu cair merupakan tantangan sekaligus peluang bagi produsen.
Terobosan peluang pasar itu harus dimanfaatkan sebaik-baiknya agar pasar
lebih kompetitif,'' kata wanita kelahiran Yogyakarta, 25 Desember 1953
itu.
Pola konsumsi susu masyarakat Indonesia berbeda dengan
sejumlah negara maju di dunia. Masyarakat Indonesia merupakan konsumen
susu cair yang sangat kecil. Data Ditjen Industri Agro dan Kimia
menyebutkan pada 2007 konsumsi susu cair Indonesia hanya 18%, sedangkan
negara-negara Eropa hampir 100%, Amerika Serikat 99,7%, India 98%,
Thailand 88%, dan China 76,5%.
Sementara itu, menurut data FAO
(2011), konsumsi susu Indonesia pada 2007 adalah 7,3 liter/kap/th, lebih
rendah dibandingkan dengan sesama negara ASEAN, seperti Malaysia 25
liter/kap/th, Thailand 22,1 liter/kap/th, dan Filipina 18 liter/kap/th.
Upaya
perluasan pasar susu segar dapat dilakukan melalui program susu untuk
anak sekolah. Namun, upaya itu harus sinergi dengan upaya peningkatan
kualitas susu dengan mengubah perilaku peternak dan petugas yang
menangani pascapanen. Lebih lanjut dikatakannya, Thailand merupakan
salah satu negara di kawasan ASEAN yang dalam penanganan industri
persusuan relatif lebih baik.
Produksi susu Thailand oleh
peternak sapi perah skala kecil yang memiliki ternak antara 5-10 ekor
dan sekitar 28% dari peternak memiliki lebih dari 20 ekor sapi perah.
Populasi sapi perah di Thailand pada tahun 2009 mencapai 498.000 ekor
sapi dengan laktasi 293.000 ekor dan produksi susu 840.000 ton, sedikit
lebih tinggi daripada populasi sapi perah di Indonesia, padahal populasi
penduduk dan luas wilayah Thailand jauh lebih kecil dibandingkan dengan
Indonesia.
No comments:
Post a Comment