Acetobacter
xylinum merupakan bakteri berbentuk batang pendek, yang mempunyai
panjang 2 mikron dan lebar , micron, dengan permukaan dinding yang
berlendir. Bakteri ini bias membentuk rantai pendek dengan satuan
6-8 sel. Bersifat ninmotil dan dengan pewarnaan gram menunjukkan gram
negative.
Bakteri
ini tidka membentuk endospora maupun pigmen. Pada kultur sel yang masih
muda, individu sel berada sendiri-sendiri dan transparan. Koloni yang
sudah tua membentuk lapisan menyerupai gelatin yang kokoh menutupi sel
koloninya. Pertumbuhan koloni pada medium cair setelah 48 jam inokulasi
akan membentuk lapisan pelikel dan dapat dengan mudah diambil dengan
jarum oase.
Fisiologi
Bakteri
ini dapat membentuk asam dari glukosa, etil alcohol, dan propel
alcohol, tidak membentuk indol dan mempunyai kemampuan mengoksidasi asam
asetat menjadi CO2 dan H2O. sifat yang paling menonjol dari bakteri itu
adalah memiliki kemampuan untuk mempolimerisasi glukosa sehingga
menjadi selulosa. Selanjutnya selulosa tersebut membentuk matrik yang
dikenal sebagai nata. Factor lain yang dominant mempengaruhi sifat
fisiologi dalam pembentukan nata adalah ketersediaan nutrisi, derajat
keasaman, temperature, dan ketersediaan oksigen.
Ketebalan
jalinan selulosa sebagai hasil dari proses fermentasi meningkat seiring
dengan meningkatnya jumlah bekatul yang ditambahkan pada medium
fermentasi. Hal ini mengindikasikan bahwa ketersediaan nutrien yang
cukup pada medium tumbuh menyebabkan bakteri mampu melakukan metabolisme
dan reproduksi yang cukup tinggi, sehingga produk metabolismenya pun
semakin banyak. Monomer-monomer selulosa hasil sekresi Acetobacter xylinum terus
berikatan satu dengan yang lainnya membentuk lapisan-lapisan yang terus
menerus menebal seiring dengan berlangsungnya metabolisme Acetobacter xylinum. Semakin banyak hasil sekresi Acetobacter xylinum, maka semakin tebal pula selulosa yang dihasilkan dari proses fermentasi.
Berat
sellulosa yang dihasilkan semakin besar seiring dengan meningkatnya
jumlah nutrien yang ditambahkan pada medium tumbuh. Semakin banyak
nutrien yang tersedia, maka semakin banyak pula jalinan-jalinan selulosa
yang dihasilkan sebagai produk metabolit sekunder. Jalinan-jalinan
selulosa tersebut terus berikatan membentuk ikatan yang kokoh dan
kompak.,berat sellulosa yang dihasilkan selain dipengaruhi oleh tebal
tipisnya selulosa, juga dipengaruhi oleh kekompakan ikatan. Semakin
kompak ikatannya akan semakin bertambah beratnya.
Kadar
serat selulosa hasil fermentasi menunjukkan semakin besar konsentrasi
bekatul pada medium, semakin besar pula kadar serat yang dihasilkan. Hal
ini mengindikasikan semakin besar pula kemampuan Acetobacter xylinum menghasilkan metabolit sekunder, yang berupa jalinan serabut selulosa yang termasuk serat kasar.
Banyaknya
kandungan nutrien pada medium ini berpengaruh terhadap kadar serat yang
dihasilkan. Hal ini disebabkan karena selama proses fermentasi, nutrien
terus menerus dipakai oleh Acetobacter xylinum untuk membentuk
produk metabolisme. Nutrien yang dibutuhkan oleh bakteri selama proses
kehidupannya adalah makanan yang mengandung unsur C, H, O dan N yang
berguna untuk
menyusun
protoplasma). Nutrien yang berperan utama dalam proses fermentasi oleh
Acetobacter xylinum adalah karbohidrat sebagai sumber energi dan untuk
perbanyakan sel. Pada proses metabolismenya, selaput selulosa ini
terbentuk oleh aktivitas Acetobacter xylinum terhadap glukosa.
Karbohidrat pada medium dipecah menjadi glukosa yang kemudian berikatan
dengan asam lemak (Guanosin trifosfat) membentuk prekursor penciri
selulosa oleh enzim selulosa sintetase, kemudian dikeluarkan ke
lingkungan membentuk jalinan selulosa pada permukaan medium.. Selama
metabolisme karbohidrat oleh Acetobacter xylinum terjadi proses
glikolisis yang dimulai dengan perubahan glukosa menjadi glukosa
6-posfat yang kemudian diakhiri dengan terbentuknya asam piruvat.
Glukosa 6-P yang terbentuk pada proses glikolisis inilah yang digunakan
oleh Acetobacter xylinum untuk menghasilkan selulosa.
Selain
metabolit sekunder, Acetobacter xylinum juga menghasilkan metabolit
primer berupa asam asetat, air dan energi yang digunakan kembali dalam
siklus metabolismenya. Asam asetat dimanfaatkan oleh Acetobacter xylinum
sebagai substrat agar tercipta kondisi yang optimum untuk
pertumbuhannya dan untuk membentuk CO2 dan H2O.
Menurut Mandel (2004) bakteri Acetobacter xylinum bersifat
“overoxidizer” yaitu dapat mengubah asam asetat dalam medium fermentasi
menjadi CO2 dan H2O,
apabila gula dalam medium fermentasi telah habis dimetabolisir.
Banyaknya mikroba yang tumbuh pada suatu media sangat dipengaruhi oleh
nutrisi yang terkandung di medium.
Acetobacter xylinum yang
difermentasi di dalam medium dengan suasana asam (pH 4) dan kadar gula
yang tinggi akan membentuk nata. Terjadinya peningkatan kadar selulosa
diindikasikan sebagai akibat penambahan bekatul yang meningkatkan kadar
glukosa pada medium. Menurut Mandel (2004) bakteri Acetobacter xylinum yang
ditumbuhkan pada medium yang mengandung gula akan menggunakan sebagian
glukosa untuk aktivitas metabolisme dan 19% gula menjadi selulos
Selama fermentasi terjadi penurun pH dari 4 menjadi 3. Derajat keasaman medium yang tinggi ini merupakan syarat tumbuh bagi Acetobacter xylinum. Acetobacter xylinum dapat
tumbuh pada kisaran pH 3-6. Pada medium yang asam sampai kondisi
tertentu akan menyebabkan reproduksi dan metabolisme sel menjadi lebih
baik, sehingga metabolitnya pun banyak. Penurunan pH medium ini salah
satunya disebabkan karena terurainya gula menjadi etanol oleh Acetobacter xylinum yang kemudian berubah menjadi asam asetat seperti pada persamaan reaksi berikut:
Bakteri
Acetobacter Xylinum mengalami pertumbuhan sel. Pertumbuhan sel
didefinisikan sebagai pertumbuhan secara teratur semua komponen di dalam
sel hidup. Bakteri Acetobacter Xylinum mengalami beberapa fase
pertumbuhan sel yaitu fase adaptasi, fase pertumbuhan awal, fase
pertumbuhan eksponensial, fase pertumbuhan lambat, fase pertumbuhan
tetap, fase menuju kematian, dan fase kematian.
Apabila
bakteri dipindah ke media baru maka bakteri tidak langsung tumbuh
melainkan beradaptasi terlebih dahulu. Pad afase terjadi aktivitas
metabolismedan pembesaran sel, meskipun belum mengalami pertumbuhan.
Fase pertumbuhan adaptasi dicapai pada 0-24 jam sejak inokulasi. Fase
pertumbuhan awal dimulai dengan pembelahan sel dengan kecepatan rendah.
Fase ini berlangsung beberapa jam saja. Fase eksponensial dicapai antara
1-5 hari. Pada fase ini bakteri mengeluarkan enzim
ektraselulerpolimerase sebanyak-banyaknya untuk menyusun polimer glukosa
menjadi selulosa (matrik nata). Fase ini sangat menentukan kecepatan suatu strain Acetobacter Xylinum dalam membentuk nata.
Fase
pertumbuhan lambat terjadi karena nutrisi telah berkurang, terdapat
metabolic yang bersifat racun yang menghambat pertumbuhan bakteri dan
umur sel sudah tua. Pada fsae in pertumbuhan tidak stabil, tetapi jumlah
sel yang tumbuh masih lebih banyak disbanding jumlah sel mati.
Fase
pertumbuhan tetap terjadi keseimbangan antara sel yang tumbuh dan yang
mati. Matrik nata lebih banyak diproduksi pada fase ini. Fase menuju
kematian terjadi akibat nutrisi dalam media sudah hamper habis. Setelah
nutrisi harbi, maka bakteri akan mengalami fase kematian. Pada fase
kematian sel dengan cepat mengalami kematian. Bakteri hasil dari fase
ini tidak baik untuk strain nata.
No comments:
Post a Comment