Definisi prilaku menyimpang
Anti-sosial adalah sikap yang sama sekali tidak fleksibel, dan setiap
sikap anti-sosial menunjukkan ketidakmampuan untuk beradaptasi. Banyak
contoh sikap yang mirip anti-sosial berkembang dengan maraknya. Di jalan
raya, kemacetan terjadi di mana-mana. Penyebabnya tidak secara
keseluruhan diakibatkan oleh jumlah kendaraan yang tak seimbang dengan
panjang jalan, namun kemacetan yang terjadi lebih dikarenakan motivasi
agresi manusianya yang tidak dapat dikendalikan.
KEPRIBADIAN ANTI SOSIAL
Pada awalnya para ahli tidak menggolongkan perilaku antisosial sebagai
bentuk dari gangguan mental, hal ini karena mereka tidak melihat adanya
simptom-simtom yang mengarah ke hal tersebut. Satu hal yang bersifat
paradoksal dalam psikopatologi adalah bahwa beberapa orang yang
mengalami ini secara intelektual adalah normal namun disegi lain
memiliki kepribadian yang abnormal. Lama, kondisi paradoks ini sulit
dijelaskan. Hal tersebut diterima tanpa adanya pertanyaan selain cukup
dipahami bahwa adanya disintegrasi dari penyebab dan intelektual yang
menghasilkan gangguan mental.
Banyak mereka yang antisosial tidak menunjukan simtom umum gangguan
mental seperti disorientasi, gangguan berpikir, gangguan persepsi dan
bentuk lain dari perilaku patologis. Philippe Pinel pada akhir abad-18
menggambarkan bahwa orang-orang yang destruktif dan agresif tidak
memiliki simptom umum seperti orang yang terganggu mentalnya. Pada awal
abad-19, orang-orang antisosial digambarkan sebagai orang yang tidak
bermoral. Mereka disebut moral imbesil. Secara bertahap kondisi ini
digambarkan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Pada akhir abad-19, istilah psikopat mulai digunakan untuk mereka
yang berperilaku antisosial. Pada saat panduan diagnostok dari American
Psychiatric Association dipublikasikan pada awal tahun 1950-an psikopat
dan sosiopat diperkenalkan sebagai komponen stress dan sosiokultural
dari perilaku dan mengurangi peran teori konstitusional yang pada
awalnya mendominasi penelahaan tentang masalah ini. Saat edisi kedua
dari panduan ini diterbitkan tahun 1968 istilah mulai ditinggalkan dan
munculah istilah antisosial personality.
Secara virtual sulit untuk memperkirakan kasus antisosial personality
di dalam masyarakat. Hanya sedikit dari mereka yang dirawat dipusat
rehabilitasi mental. Dalam kenyataannya banyak rumah sakit yang secara
terang-terangan menolak mereka dengan alasan bahwa institusi tersebut
tidak diperuntukkan bagi mereka. Sejumlah besar pria dan wanita dengan
kepribadian antisosial menemukan cara sendiri untuk mengatasi
permasalahannya, namun disisi lain sangat sedikit upaya untuk menangani
mereka yang berperilaku kriminal. Sejumlah orang antisosial lainnya
tetap tinggal di lingkungannya sehingga dapat mempengaruhi keluarga
maupun teman-temannya.
Kepribadian antisosial adalah salah satu dari sedikit kelompok
diagnostik yang dapat dipahami dalam psikologi abnormal. Ada beberapa
ketidaksepakatan yang terjadi diantara para ahli dalam melihat kasus
antisosial. Beberapa ahli menyebutkan mereka yang tergolong kelompok ini
adalah para alkoholik, pemakai narkoba, seks menyimpang, beberapa ahli
lain tidak sepakat dengan hal ini. Namun, saat mereka dirawat mereka
tidak dapat dibedakan dengan mereka yang antisosial, inilah letak
kesulitannya. Untuk itu masih terus diupayakan untuk mencari pijakan
fisiologis untuk menjelaskan masalah ini.
Kunci dari diagnosa antisosial bukan diarahkan pada kondisi perilaku
tetapi lebih kearah karakteristik seseorang. Kesulitan dalam membedakan
orang yang antisosial adalah saat fakta-fakta menunjukan bahwa
orang-orang dengan ciri-ciri bermasalah tadi adalah mereka yang terlibat
dengan kegiatan antisosial.Hal ini menjadi alasan bahwa studi tentang
kepribadian antisosial harus ditinjau dari berbagai sudut pandang.Hal
ini bisa dimulai dengan mengkaji mereka yang memiliki ciri perilaku
antisosial dari populasi para pelaku kriminal. Hasil studi tadi boleh
jadi akan membantu memahami ciri klinis dari kepribadian antisosial.
Berdasarkan telaahan yang tersebut di atas, kepribadian antisosial setidaknya menunjukan 5 ciri kepribadian, yaitu :
1. Ketidakmampuan belajar atau mengambil manfaat dari pengalaman.
2. Emosi bersifat superficial, tidak alami.
3. Irresponsibility/tidak bertanggungjawab.
4. Tidak memiliki hati nurani, tegaan.
5. Impulsiveness.
2. Emosi bersifat superficial, tidak alami.
3. Irresponsibility/tidak bertanggungjawab.
4. Tidak memiliki hati nurani, tegaan.
5. Impulsiveness.
Lebih jauh kepribadian antisosial seharusnya tidak dikaitkan dengan
kategori diagnostik seperti retardasi mental, gangguan otak, psikosis,
neurosis atao situasi maladjustment lainnya (Ziskind, 1973). Artinya
saat kepribadian antisosial dijelaskan dalam istilah psikologis seperti
itu, maka diagnosa tentang antisosial hanya dapat dilakukan bila
kondisi-kondisi lain yang menyertai salah satu diagnostik tadi muncul
didalamnya.
Pada dasarnya seorang yang memiliki kepribadian antisosial tidak mampu untuk bersikap hangat dan membina relasi interpersonal yang baik. Mereka tidak mampu membina persahabatan atas dasar rasa percaya dan afeksi. Pada saat pendapat atau sikap orang yang antisosial tidak diterima mereka dapat menjadi berbahaya dan mungkin akan melakukan kekerasan. Karena mereka tidak memiliki nurani, mereka mampu berperilaku ekstrim seperti agresif, brutal, atau tingkah laku lain yang menyakiti.
Pada dasarnya seorang yang memiliki kepribadian antisosial tidak mampu untuk bersikap hangat dan membina relasi interpersonal yang baik. Mereka tidak mampu membina persahabatan atas dasar rasa percaya dan afeksi. Pada saat pendapat atau sikap orang yang antisosial tidak diterima mereka dapat menjadi berbahaya dan mungkin akan melakukan kekerasan. Karena mereka tidak memiliki nurani, mereka mampu berperilaku ekstrim seperti agresif, brutal, atau tingkah laku lain yang menyakiti.
Banyak mereka yang tidak peduli dengan orang lain disebut antisosial.
Mayoritas kriminal dan delikuen bertindak impulsif atau berusaha untuk
mencapai keuntungan secara finansial, status personal dengan cara yang
tidak wajar. Orang yang sadar dengan kesalahan yang mereka lakukan
biasanya mengalami rasa cemas, atau rasa bersalah. Sedangkan orang
antisosial tidak merasa bersalah dan cemas kalaupun ada hanya
verbalisasi saja. Dalam banyak orang antisosial melakukan kesalahan
karena ia memperoleh reward dari perbuatannya. Pengulangan dari reward
dan reinforcement dalam jangka waktu panjang membentuk perliku delikuen
dan kriminal.
Kepribadian antisosial juga belajar dari perilaku antisosial mereka
yang diberi reward oleh lingkungan. Bagaimanapun tipe pribadi seperti
ini akan menjadi malaadaptif setelah diberikan hukuman secara berulang.
Hal penting adalah individu yang didiagnosa sebagai antisosial akan
mengembangkan perilaku maladaptif dalam kehidupan sosialnya. Orang-orang
seperti ini tidak segang-segan mencuri harta orang tuanya atau anggota
keluarga yang lain, menipu orang lain agar menolong dirinya dan hal ini
dilakukan tanpa ada rasa penyesalan. Tindakan seperti ini bukan
merupakan karakteristik umumnya kriminal (kadang-kadang kriminal juga
memiliki rasa penyesalan).
3. Pengaruh media terhadap sikap antisosial.
Pada bulan September 1974, NBC menyiarkan “Born Innocent” yang melukiskan kehidupan seorang gadis asrama panti asuhan. Drama tersebut meliputi kisah tentang seorang gadis muda yang diperkosa oleh 4 orang wanita penghuni asrama tersebut dengan menggunakan alat penyedot saluran air. selanjutnya, beberapa hari kemudian seorang gadis berusia 9 tahun di California di serang oleh 4 anak muda dan diperkosa. Pemerkosa mengakui terangsang setelah melihat drama “born innocent”.
Pada tahun 2005, majalah Playboy edisi Indonesia mulai terbit. Penerbitan majalah hiburan laki-laki ini mengakibatkan protes di kalangan tertentu masyarakat Indonesia. Banyak edisi majalah hiburan pria Indonesia seperti FHM, Popular, Lipstik terbit di Indonesia. Pernah marak juga di televisi (hampir semua televisi Indonesia menyiarkan program acara berbau “hantu”)
Kasus-kasus tersebut diatas sering digunakan untuk menuduh media menggunakan kekuatanya untuk mempengaruhi tingkah laku anti-sosial para pembaca dan penonton. Hal ini dapat memicu penonton untuk mengkritik dan menimbulkan kemarahan terhadap media.
4. Media dan tanggung jawab moral
Karena media sangat tinggi jangkauannya dan sangat berpengaruh, untuk itu memakan waktu antara masyarakat dan posisi moral. Secara luas ada 3 kategori mengenai media dan tingkah laku anti social antara lain :
1. Sikap anti sosial para praktisi yang berhubungan dalam kewajiban para
professional.
2. Tugas media hanya sebagai pelengkap terhadap tingkah laku anti sosial
3. Konflik yang terjadi antara tanggung jawab professional dan tingkah laku anti sosial dalam kehidupan pribadi para praktisi media.
5. Sikap anti-sosial dan kewajiban media
Praktisi media adalah sebagai penjaga dan jembatan antara media dan publik, untuk alasan tersebut mereka menghindari perintah untuk menyiarkan perilaku anti sosial di media. Bagaimana pun juga keadaan ini merupakan suatu kelemahan bagi para praktisi media terhadap moral dan hukum. Meskipun masih ada sedikit keraguan yang diharapkan , terkadang para audience mengirimkan pesan yang salah mengenai sikap anti sosial tersebut. Pertama-tama , kekerasan hukum menjadi bagian dalam tugas seorang reporter. Apabila seorang wartawan mencerminkan publik, seharusnya mereka lebih memperhatikan keinginan publiknya. Selain itu, apabila para pelaku kekerasan beranggapan bahwa hal itu adalah biasa, hal itu akan merusak tatanan hukum yang ada.
Pada bulan September 1974, NBC menyiarkan “Born Innocent” yang melukiskan kehidupan seorang gadis asrama panti asuhan. Drama tersebut meliputi kisah tentang seorang gadis muda yang diperkosa oleh 4 orang wanita penghuni asrama tersebut dengan menggunakan alat penyedot saluran air. selanjutnya, beberapa hari kemudian seorang gadis berusia 9 tahun di California di serang oleh 4 anak muda dan diperkosa. Pemerkosa mengakui terangsang setelah melihat drama “born innocent”.
Pada tahun 2005, majalah Playboy edisi Indonesia mulai terbit. Penerbitan majalah hiburan laki-laki ini mengakibatkan protes di kalangan tertentu masyarakat Indonesia. Banyak edisi majalah hiburan pria Indonesia seperti FHM, Popular, Lipstik terbit di Indonesia. Pernah marak juga di televisi (hampir semua televisi Indonesia menyiarkan program acara berbau “hantu”)
Kasus-kasus tersebut diatas sering digunakan untuk menuduh media menggunakan kekuatanya untuk mempengaruhi tingkah laku anti-sosial para pembaca dan penonton. Hal ini dapat memicu penonton untuk mengkritik dan menimbulkan kemarahan terhadap media.
4. Media dan tanggung jawab moral
Karena media sangat tinggi jangkauannya dan sangat berpengaruh, untuk itu memakan waktu antara masyarakat dan posisi moral. Secara luas ada 3 kategori mengenai media dan tingkah laku anti social antara lain :
1. Sikap anti sosial para praktisi yang berhubungan dalam kewajiban para
professional.
2. Tugas media hanya sebagai pelengkap terhadap tingkah laku anti sosial
3. Konflik yang terjadi antara tanggung jawab professional dan tingkah laku anti sosial dalam kehidupan pribadi para praktisi media.
5. Sikap anti-sosial dan kewajiban media
Praktisi media adalah sebagai penjaga dan jembatan antara media dan publik, untuk alasan tersebut mereka menghindari perintah untuk menyiarkan perilaku anti sosial di media. Bagaimana pun juga keadaan ini merupakan suatu kelemahan bagi para praktisi media terhadap moral dan hukum. Meskipun masih ada sedikit keraguan yang diharapkan , terkadang para audience mengirimkan pesan yang salah mengenai sikap anti sosial tersebut. Pertama-tama , kekerasan hukum menjadi bagian dalam tugas seorang reporter. Apabila seorang wartawan mencerminkan publik, seharusnya mereka lebih memperhatikan keinginan publiknya. Selain itu, apabila para pelaku kekerasan beranggapan bahwa hal itu adalah biasa, hal itu akan merusak tatanan hukum yang ada.
6. Media sebagai pelengkap terhadap sikap anti sosial
Karena pengaruh media dapat menembus publik umum, karena itu media sering kali disalahkan sebagai kaki tangan untuk mempengaruhi public atas perilaku anti sosial. Menghadapi kritik tersebut media berusaha untuk lebih memperhatikan hal-hal yang dapat merusak perilaku seseorang yaitu dengan membuat beberapa acuan dan aturan yang membuat media menjadi lebih berkembang dan lebih baik.
Issue yang layak yang tergabung dalam tugas media yang juga mempengaruhi perilaku anti sosial, termasuk dalam 3 fungsi mass media yaitu :
1. berita / news
2. hiburan / entertainment
3. iklan
Seorang wartawan dalam menuliskan berita harus berdasarkan pendapat umum, sehingga mendapatkan keseimbangan antara berita yang dibutuhkan oleh public terhadap tanggung jawab sosial. Kelayakan issue dalam jurnalistik untuk menangani tingkah laku anti sosial, terdapat dalam 3 kategories yaitu :
1. masalah kecerobohan atau kelalaian berita, dahulu dalam menyiarkan berita kriminal maupun demonstrasi, media TV kurang berpotensi untuk menyiarkannya, tetapi sekarang media sudah lebih berkembang dan dapat menyiarkan berita tersebut dengan baik.
2. wartawan media sering dijadikan sebagai pelengkap terhadap perilaku anti sosial untuk pekerjaan tertentu dimana pekerjaan wartawan merupakan suatu kewajiban dalam menyampaikan berita yang berkualitas kepada publik. Karena komitmen utama seorang wartawan adalah kejujuran dan objective dalam menyampaikan berita, dan terkadang wartawan percaya bahwa kebebasan dan memiliki sikap yang tidak terpengaruh merupakan tindakan yang sangat bijaksana.
Karena pengaruh media dapat menembus publik umum, karena itu media sering kali disalahkan sebagai kaki tangan untuk mempengaruhi public atas perilaku anti sosial. Menghadapi kritik tersebut media berusaha untuk lebih memperhatikan hal-hal yang dapat merusak perilaku seseorang yaitu dengan membuat beberapa acuan dan aturan yang membuat media menjadi lebih berkembang dan lebih baik.
Issue yang layak yang tergabung dalam tugas media yang juga mempengaruhi perilaku anti sosial, termasuk dalam 3 fungsi mass media yaitu :
1. berita / news
2. hiburan / entertainment
3. iklan
Seorang wartawan dalam menuliskan berita harus berdasarkan pendapat umum, sehingga mendapatkan keseimbangan antara berita yang dibutuhkan oleh public terhadap tanggung jawab sosial. Kelayakan issue dalam jurnalistik untuk menangani tingkah laku anti sosial, terdapat dalam 3 kategories yaitu :
1. masalah kecerobohan atau kelalaian berita, dahulu dalam menyiarkan berita kriminal maupun demonstrasi, media TV kurang berpotensi untuk menyiarkannya, tetapi sekarang media sudah lebih berkembang dan dapat menyiarkan berita tersebut dengan baik.
2. wartawan media sering dijadikan sebagai pelengkap terhadap perilaku anti sosial untuk pekerjaan tertentu dimana pekerjaan wartawan merupakan suatu kewajiban dalam menyampaikan berita yang berkualitas kepada publik. Karena komitmen utama seorang wartawan adalah kejujuran dan objective dalam menyampaikan berita, dan terkadang wartawan percaya bahwa kebebasan dan memiliki sikap yang tidak terpengaruh merupakan tindakan yang sangat bijaksana.
No comments:
Post a Comment