Motivasi pernikahan menurut islam

Kepemimpinan terkecil ada di sebuah keluarga, baik buruknya suatu bangsa ditentukan oleh baik buruknya keluarga-keluarga di suatu bangsa tersebut.
Pernikahan tentunya bukanlah hanya sekedar akad untuk menyatukan dua insan dalam hal pemenuhan hak dan kewajiban sebagai suami istri saja. namun apa yang sesungguhnya ada di balik sebuah pernikahan? Apa motivasi atau tujuan dari sebuah pernikahan menurut perspektif Al Qur’an ?
Pernikahan Dari Sisi Politik & Aqidah

Motivasi dalam membangun sebuah pernikahan adalah dalam rangka untuk men-Tauhidkan Alloh Azza wa Jalla, berikut beberapa dalil tentang hal ini : 
1. Qs Ar Ruum ayat 21 (Sebagai tanda kekuasaan Alloh SWT)
Sample Image
2. Qs Yasin ayat 36 (Dalam rangka mensucikan Alloh SWT)
Sample Image
3. Pernikahan sebagai Perjanjian yang Teguh (Mitsaqon gholidzo)
Sample Image
 Sample Image
Dalam kaidah islam kita mengenal “al mar’ah ‘imad al bilad (wanita adalah tiang negara)” maka bisa dikatakan “al Usroh ‘imad al bilad biha tahya wa biha tamut yang artinya keluarga adalah tiang negara, dengan keluargalah negara bangkit dan dengan keluargalah negara runtuh”
Kepemimpinan suatu bangsa/negara tidak mungkin mencapai sukses apabila langkah pimpinan pusat tidak searah dengan para pemimpin daerah, begitupun dengan kepemimpinan suatu daerah tidak akan berhasil apabila langkah-langkah keluarga bertentangan dengan langkah pimpinan daerah tersebut.

Contoh sejarah bagaimana peran sebuah keluarga sebagai titik tolak dalam membagun sebuah bangsa
1. Ketika Alloh SWT berkehendak akan menjadikan Mesir sebagai bumi baldatun thoyyibatun warobbul ghoffur.. sebagai negeri yang berdasarkan kepada tauhidulloh dan syariah, dan manusia pilihan yang dipersiapkan oleh Alloh SWT adalah Musa AS dan beliau ditugaskan oleh Alloh untuk mengganti kesyirikan (jahiliyahan) menuju cahaya tauhidulloh (islam) dan menghancurkan dominasi kekuasaan Firaun laknatulloh.
  Diceritakan oleh Alloh SWT yang termaktub dalam Al Qur’an bagaimana proses pengkaderan Musa bin Imron bin Qahat bin Lawi bin Yaqub dari mulai kelahirannya yang dibayangi oleh undang-undang Firaun yang menyatakan bahwa setiap anak lelaki Bani Israel yang dilahirkan pada waktu itu harus dibunuh, kecuali anak anak perempuan saja yang dibiarkan hidup, undang-unadang tersebut lahir karena bisikan peramalnya Firaun yang menyatakan : ‘Akan lahir seorang anak lelaki di kalangan Bani Israel yang tinggal di Mesir ini, Anak itu nanti akan mengalahkan engkau dengan pemberontakan pemberontakannya dan tidak akan mengakui engkau sebagai Robb/Tuhan dan rajanya lagi’ 
  Perjuangan yang lahir dari sebuah keluarga yang bisa kita jadikan pelajaran, bagaimana perjuangan ibunya (Yakubad) dari mulai menghanyutkan bayinya ke Sungai Nil yang berusia 3 bulan (musa kecil) dalam rangka menghindari makar Firaun untuk membunuh anak laki-laki dari Bani Isroil, dan setelah dihanyutkan oleh ibunya musa kecil dipantau oleh adik ibunya Siti Maryam untuk mengetahui ke mana perginya anak bayi ini nantinya. Alangkah terkejut Siti Maryam dan ibu Nabi Musa, ketika diketahuinya, bahawa peti yang membawa bayinya itu terhenti di hadapan istana Firaun dan hampir saja  anak tsb mau dibunuh oleh Firaun tapi dibela oleh Siti Asiyah (istri Firaun), beliau Siti Asiyah mengatakan : “Sungai Nil itu panjang sekali dan setiap celah di Bani Isroil sesungguhnya sudah dijaga sedemikian ketat maka tdk mungkin akan ada bayi dari Bani Isroil  yang luput dari pengawasan “ akhirnya dengan izin Alloh SWT Musa kecil selamat.  
 Senang hati ibunya mendengar keadaan bayinya yang selamat itu dan langkah selanjutnya mencari cara bagaimana agar anak tersebut bisa kembali kepangkuannya dan membentengi anaknya dari faham-faham syirik Firaun. Firaun dan isterinya sepakat untuk merawat bayi tersebut mencari perempuan yang dapat mengasuh dan menyusui anak angkatnya itu. Banyak sudah perempuan perempuan Mesir datang melamar untuk mengasuhnya, tetapi setiap kali hendak disusukan oleh mereka ke mulut Musa, Musa menolak tidak mau menyusunya, akhirnya muncul usulan dari Siti maryam (yg memantau) yang menyatakan ada seorang perempuan yang kalau oleh perempuan tersebut bayi siapapun akan selalu mau, dan ternyata benar Musa kecil mau disusui oleh perempuan tersebut dan tanpa sepengetahuan Firaun dan orang disekitarnya wanita tersebut adalah ibunya. Dan yang paling hebat adalah ibunya nabi musa tidak pernah membocorkan rahasia kalau beliau itu ibunya selama sekitar 35 tahun, dan akhirnya dari sinilah mulai bagaimana perjalanan penegakan risalah dimulai yaitu dari sebuah keluarga.
2. Pernikahan Nabi Muhammad dengan Siti Khodijah, banyak sekali harta Siti Khodijah yang dikeluarkan dijalan Alloh SWT, pada waktu itu untuk membeli orang (memerdekakan budak) dan ini sebagai konstribusi dari jihad amwal (infaq). Setelah wafatnya Siti Khodijah Nabi Muhammad menikah dengan Siti Aisyah yang umurnya masih 7/9/14 thn (dan menurut orang kuffar Robbert Murrary Nabi Muhammad memiliki kelainan sex), Padahal apabila kita ambil hikmah dari pernikahan ini justru dalam rangka penegakan risalah tauhid (wamin aayatihi dan subhana) artinya hikmah dari menikah dengan Siti Aisyah itu untuk ‘merekam’, karena usia yang masih muda daya rekamnya sangat kuat dan relative masa hidupnya lebih panjang (Siti Aisyah umurnya panjang sampai masa Sayyidina Ali menjadi Kholifah), sehingga banyak hadist-hadist yang diriwayatkan oleh Siti Aisyah khususnya hadist nabi di internal keluarga (ketika rosul dirumah), dan Siti Aisyah termasuk diantara 10 besar orang yang meriwayatkan hadist-hadist nabi.

No comments:

Post a Comment